Bandung dalam Tiga Ruas Bambu

December 14, 2013 § 1 Comment

Tepat pukul dua dini hari, minibus travel yang kami —saya dan pacar saya— tumpangi sampai di Dipatiukur setelah menempuh kurang lebih tiga jam perjalanan dari Bintaro. Pagi masih terlalu buta waktu itu, membuat kami berdua harus meraba sepanjang Jalan Dipatiukur sekadar untuk mencari tempat bernaung sembari menunggu gelap memudar. Rasa letih dan kantuk yang belum tuntas memaksa kami tidur bak gelandangan di salah satu petak kaki lima semi permanen di samping timur area kampus Universitas Padjadjaran setelah hampir setengah jam berkutat pada dua pertanyaan : di mana letak masjid kampus dan apakah satpam yang berjaga di gerbang depan kampus ‘Prabu Siliwangi’ itu akan memperbolehkan orang asing dengan ransel besar seperti saya masuk? « Read the rest of this entry »

Perempuan di Ujung Lintasan Rel

November 5, 2013 § 1 Comment

“Pesan telah aku terima, Hanoman. Sekarang pulanglah! Sampaikan kepada Rama, bahwa aku akan menunggunya. Tak peduli  berapa jarak yang rumpang dari hutan Dandaka hingga taman Argasoka. Tak peduli berapa purnama untuk menempuhnya. Aku akan menunggu.”

Begitulah kitab Sundarakanda bercerita tentang kesetiaan Sinta. Tentang jarak yang membentang beriring-berarak hanyalah satuan nisbi yang tak mutlak. Tentang kerelaan untuk menunggu kekasihnya tiba, meski ia tahu, rindu tak pernah memiliki rasa iba, acap kali datang tanpa aba-aba.

Bagaimana denganmu?
Adakah ragu yang berkelindan setiap kali kau bertopang dagu di bibir jendela mengkhidmati hujan : kita akan bertemu di mana dan kapan jika langkahmu tak segegas senapan? Adakah syak wasangka yang memperingkih lengan-lengan doamu yang tekun merengkuh ketika aku lemah oleh peluh dan keluh? « Read the rest of this entry »

Sebuah Erata

September 1, 2013 § 7 Comments

Andai saja aku seperti itu, niscaya aku akan ….

Ah, apa-apaan ini? Mari kita sudahi omong kosong ini, Git. Aku tak mau lagi mendengarnya. Tak cukupkah kamu –seperti halnya aku dan orang-orang lainnya– dibuat jera oleh bualan semacam itu, menggadai sebuah andai yang tak jarang hanya lebam dan memar di hati yang mampu untuk menebusnya.

Git,
Tentunya kamu tahu, bahkan lebih tahu daripada aku, bahwa ini bukanlah sepenggal Wanaparwa dalam epos Mahabharata, di mana Pandawa beserta Drupadi harus menjalani 12 tahun pengasingan ke antah berantah. Menepi dari hingar bingar kehidupan istana, makan minum seadanya, mengenakan pakaian dari kulit pohon yang entah apa namanya. Sementara bala Kurawa bisa hidup dengan penuh gelak tawa di Astinapura. Makan minum enak, tidur nyenyak, pakaian bersepuh serbaemas, bernyanyi dan menari bersama gadis-gadis tanpa sedikitpun rasa cemas.
Ini bukan tentang siapa yang pantas dan tidak.

« Read the rest of this entry »

Aku (juga) Ingin Menikah

July 28, 2013 § 1 Comment

“A happy ending is just an unfinished story.”

Dulu, pernah ada masa di mana aku mengamini kalimat melankolis semi-disforis itu dengan sepenuh iman. Dulu. Dulu sekali, ketika satu demi satu kebahagiaan dan harapan yang menunas tentang cinta masa pubertas pada akhirnya harus pupus dan ranggas. Ketika itu semua pepatah petitih seperti acap kali terpatahkan begitu saja oleh realita nan kasatmata.

Namun seiring gulir usia yang semakin hari semakin pejal, kian sering aku menjumpai kenyataan bahwa orang-orang di sekitarku telah menemukan potongan akhir yang bahagia dalam hidupnya. Jari-jari tanganku hampir kewalahan menghitung teman yang satu demi satu mulai melabuhkan bahteranya untuk menjemput orang yang dia cinta, lantas berdua mengayuhnya kembali mengarungi samudera kehidupan di ufuk senja.

Manis sekali..

Sebenarnya, sama seperti mereka, aku juga demikian. Aku ingin menikah, menciptakan akhir yang bahagia untuk sebuah fragmen dalam hidup yang kuberi nama cinta. « Read the rest of this entry »

[Film] Cinta dalam Kardus : Sekotak Memori di Atas Panggung

June 25, 2013 § 1 Comment

1

Sebagai seorang penulis muda, Dika Angkasaputra Moerwani –atau yang lebih kita kenal dengan nama Raditya Dika– bisa dibilang telah berhasil menunaikan apa yang menjadi passion-nya. Buku-buku karyanya yang bergaya personal diary  nan jenaka selalu laris manis di pasaran. Sebut saja Kambing Jantan (2005), Cinta Brontosaurus (2006), Marmut Merah Jambu (2010), dan Manusia Setengah Salmon (2011). Bahkan dua dari buku-bukunya telah diadaptasi menjadi tontonan layar lebar oleh dua sutradara kenamaan : Rudi Soedjarwo (Kambing Jantan, 2009) dan Fajar Nugros (Cinta Brontosaurus, 2013).

Tak puas sampai di situ. Masih di tahun yang sama dengan film Cinta Brontosaurus, tahun 2013 ini Raditya Dika juga berhasil menelurkan satu film lagi yang kemudian menetas di tangan Salman Aristo sebagai sutradaranya : Cinta dalam Kardus. Berbeda dengan dua film sebelumnya, film ini bukanlah hasil adaptasi dari buku karya Raditya Dika. Naskah ceritanya adalah buah karya duet Raditya Dika dan Salman Aristo dengan main concept  mengawinkan kepiawaian Raditya Dika sebagai seorang comic  dan keberhasilan serial tv Malam Minggu Miko.

Sebenarnya alur cerita dalam film ini sangatlah sederhana. Bercerita tentang Miko –yang diperankan sendiri oleh Raditya Dika– yang ingin mencoba open mic  di sebuah kafe langganannya untuk sejenak melupakan masalahnya dengan Putri (Anizabella Lesmana), pacarnya, yang akhir-akhir ini terlampau sering marah-marah tanpa alasan yang masuk akal. « Read the rest of this entry »

Kesah

June 1, 2013 § Leave a comment

 

-oOo-

Juni tiba dengan napas tersengal
lelah memikul madah
dalam sekotak kayu Cengal

Juni tiba dengan badan kuyup
tersiram deras liur mulut-mulut
pendaras sanjung tanpa laras

Juni sungguh gugup
“aku-
tak-
seperti-
yang-
kalian-
gegap”

-oOo-

Jakarta | 2013

Lingkap

March 26, 2013 § Leave a comment

-oOo-

Akulah pagi yang melenyapkan diri
menguap bersama embun dedaunan rimbun
memudar seiring mentari terik berpendar

Akulah pagi yang melenyapkan diri
mengering seiring liur yang sedianya
mengalir liar membasahi bantal guling

Dan ketika selimutmu tersingkap,
aku lingkap~

-oOo-

Jogja | 2013

Cinta Dalam Tinta

luapkan sekarang, atau lupakan selamanya!!