Amelia

January 4, 2014 § Leave a comment

“Bagaimana kabar ibumu di rumah, Lia?”, tanya lelaki dengan wajah penuh keriput itu tanpa menoleh sedikitpun ke arah gadis yang berada persis di samping kirinya.

Gadis itu bernama Amelia. Orang-orang terdekat biasa memanggilnya Lia. Beberapa yang lain memanggilnya Amel. Parasnya bersih dan rupawan, namun dingin seperti air wudhu di kala subuh. Rambutnya yang lurus legam seperti malam di musim penghujan dikucir kuda. Jika diurai, barangkali akan menjuntai hingga sebatas payudaranya yang bulat.

Mereka berdua, lelaki setengah uzur dan gadis kencur itu, bertemu tanpa sengaja beberapa jam yang lalu di meja nomor 14 di sebuah kafe di pusat kota.

“Ibu? Memangnya perempuan tua sakit-sakitan itu masih kau anggap penting untuk diketahui kabarnya?”, jawabnya ketus.
« Read the rest of this entry »

Tak Ada Yang Bisa Melarangku Melarungkan Hatiku Kepadamu

February 4, 2013 § 8 Comments

Fyuhh..

Serta merta aku menjatuhkan tubuhku ke tempat tidur. Masih lengkap dengan baju kantor, jam tangan, kacamata, dan sepatu pantofel. Sementara tasku kugeletakkan begitu saja di lantai.

Aku kelelahan. Kerjaan di kantor sedang banyak-banyaknya, dan atasanku melabeli hampir semua kerjaan itu dengan kata “segera”. Semprol..

Jam di dinding kamarku menunjukkan pukul 4:50. Itu artinya hampir satu jam waktu yang kuhabiskan di jalanan selama pulang kantor tadi karena terjebak macet. Untungnya, tadi aku pulang ditemani Vina, karyawan baru di tempat aku bekerja. Dia baru bekerja kurang lebih 3 minggu. Usianya pun bisa dibilang masih muda, 23 tahun, atau selisih 2 tahun di bawah usiaku.

Tapi, ssstttt,, jangan bilang siapa-siapa tentang kejadian ini. Ini Rahasia. Bukan apa-apa. Hanya saja, ada sebuah peraturan aneh di kantorku : sesama karyawan tidak boleh memiliki hubungan asmara. Lucu, kan. Tapi ini bukanlah bualan belaka. Sejauh ini setidaknya sudah ada sekitar sepuluh karyawan yang dikeluarkan gara-gara melanggar peraturan ini. « Read the rest of this entry »

Angka Dua

February 2, 2013 § 4 Comments

“Gimana hasilnya pagi tadi?”, tanya Rara melalui telepon. Tanpa basa-basi, dia membuka percakapan malam ini dengan pertanyaan yang lugas, namun sayangnya susah dimengerti apa maksudnya, seperti biasa. Sedikit menyebalkan memang, membuatku sering harus menebak-nebak terlebih dahulu. Tapi hubungan kami yang sudah hampir menginjak 2 tahun membuatku cukup mengerti bahwa dia memang susah dimengerti.

Aku diam barang sejenak, mencoba untuk menebak apa yang dimaksudnya kali ini.

“Kantormu juara ga? Kan katamu semalam, pagi tadi ada lanjutan kompetisi futsal antar kantor?”, imbuhnya. Nampaknya dia sadar bahwa aku sedang menerka maksud pertanyaannya tadi. « Read the rest of this entry »

Tertambat

January 31, 2013 § 8 Comments

,,, gadis cantik berhias kacamata dengan frame biru tua itu bernama,,,

Fyuhhh. Aku menghentikan ketukan jariku pada keyboard netbook di hadapanku, lalu menghela nafas panjang beberapa kali sambil menerawang ke arah layarnya yang menampilkan program Ms. Word ini.

Memang, aku selalu butuh waktu untuk memikirkan nama perempuan yang akan kujadikan sebagai tokoh dalam cerpenku. Tak terkecuali kali ini, ketika aku sedang ingin menulis cerpen untuk sebuah majalah teenlit bulanan lagi setelah sejak beberapa bulan lalu aku vakum karena kerjaan di studio yang cukup menyita waktu.

Ya, ini pekerjaanku. Menjadi penulis cerpen paruh waktu. Menjadi desainer grafis sekaligus fotografer di sebuah graphic studio kecil-kecilan bikinanku bersama 2 orang teman. Kadang juga menjadi penyanyi kafe kalau sedang ada tawaran.
Apa saja aku lakukan asal aku bisa. Bahkan yang ga aku bisa pun aku lakukan kalau memang aku suka. « Read the rest of this entry »

Redup

January 19, 2013 § 2 Comments

Aku berjalan menuruni tangga kantor dengan tergesa. Setiap sore, jam pulang kantor seperti ini, lift selalu penuh. Aku hafal betul itu.

Sesekali sudut mataku melirik ke arah jam yang melingkar di tangan kiriku. “Lima lebih dua”, gumamku.

Sepulang kantor ini aku ada janji dengan Tiara, sahabatku, di Rocketz Live Coffee, tempat kami berdua biasa melepas kepenatan. Ya, kami hanya sahabat. Setidaknya itu status yang dia minta meski aku pernah mengungkapkan keinginanku untuk menjadi lebih. Bodohku memang, karena saat itu aku sendiri sadar bahwa dia telah memiliki Angga.

Siang tadi, mendadak Tiara meneleponku. Tak jelas apa tujuannya memintaku menemuinya sore ini. Dia hanya bilang ingin ketemu dan cerita, seperti biasa. Tapi dari suaranya, aku bisa menebak bahwa dia baru saja menangis.

“Dit! Radit!”. Sayup-sayup terdengar suara seorang wanita memanggil-manggil namaku saat hendak membuka pintu mobil. Aku kenal pemilik suara ini. Kusempatkan diri menoleh. « Read the rest of this entry »

Hujan Kesekian

October 1, 2012 § 2 Comments

Sore ini hujan turun dengan tergesa. Langit tak mau berlama-lama memuramkan durja, sementara guntur tak sempat memberi aba-aba. Rintik demi rintik air rontok begitu saja.

September yang basah akhirnya tiba membawa pulang cendera mata yang selalu khas. “Petrichor”, begitu putriku sering menyebutnya. Tanah yang tadinya kering kerontang mendadak basah menggenang.

Sejak dulu setiap kali hujan tumpah, aku selalu seperti ini, duduk mengkhidmatinya dari balik jendela atau teras rumah. Sendirian, hanya ditemani segelas teh hangat hasil seduhanku sendiri. Sesekali ada sepiring bakwan atau pisang goreng melengkapi. Dan tentu, seporsi kenangan masa lalu yang siap ditelan mentah-mentah serta angan-angan masa depan yang telah diolah matang-matang tak pernah mangkir hadir.

Setidaknya, itulah yang terjadi sejak 20 tahun lalu setelah Mas Wira, suamiku, meninggal akibat kecelakaan yang dia alami dalam perjalanan menuju rumah sakit tempat aku melahirkan putri pertama dan satu-satunya. Seorang putri yang selama ini diimpikan oleh Mas Wira. Maharani, nama yang kuberikan kepadanya persis seperti yang dulu Mas Wira inginkan. « Read the rest of this entry »

Sekat

June 8, 2012 § Leave a comment

“Yudha!”, suara perempuan dari balik pintu kamar mengalihkan perhatianku yang sedari tadi tertuju pada layar laptop di hadapanku.

“Masuk!”, jawabku sambil mengarahkan pandangan ke arah pintu.

Perlahan seorang perempuan berambut sebahu muncul seiring terbukanya pintu kamarku. Hera. Teman dekatku sejak awal aku kuliah dulu. Kami memang kuliah di jurusan yang berbeda meskipun masih satu kampus. Aku di  jurusan Arsitektur, sementara Hera di jurusan Akuntansi. Tapi minat kami sama, sastra. Dan kala itu tanpa sengaja kami duduk bersebelahan dalam sebuah acara bedah buku yang diadakan di kampus. Sejak saat itu, kami menjadi teman dekat, teman berbagi cerita.

“Ada apa, Ra?”

“Kamu akhir-akhir ini ke mana aja sih, Yud? Dicari-cari ga ketemu, dihubungin juga susah.”, ujarnya dengan memasang muka sebel.

“Sori. Aku baru sibuk bimbingan dengan dosen, sama ngerjain skripsi. Ada apa sih?” « Read the rest of this entry »

Where Am I?

You are currently browsing the Cerita Pendek category at .