Salam Kenal!

January 21, 2014 § 1 Comment

Saya tak pernah memikulkan harapan yang besar dan muluk pada tulisan-tulisan yang saya buat. Ada orang yang bersedia menyempatkan diri barang sejenak untuk membacanya saja saya sudah senang bukan kepalang. Tak ada sedikitpun mimpi agar nantinya tulisan-tulisan itu membuat saya dikenang dan mengabadi seperti kata Pramoedya Ananta Toer meskipun musykil juga bagi saya untuk menyangkal ‘keabadian’ beliau berkat apa yang beliau tulis. Pun tak pernah saya membayangkan tulisan-tulisan saya dapat memengaruhi satu-dua orang, apalagi sampai mengubah dunia sebagaimana surat-surat R.A. Kartini yang dikumpulkan oleh J.H. Abendanon ke dalam Door Duisternis Tot Licht.

Saya sadar, tulisan saya tak mempunyai rangka yang kokoh untuk memikul harapan tersebut. Dan saya menulis memang sekadar karena saya ingin. Lha wong mulai menulis saja baru pada tahun terakhir saya berseragam putih abu-abu. Ketika itu saya ‘murtad’ dari kegemaran saya pada hal-hal matematis yang sudah lama sekali saya tekuni sejak masih kanak-kanak, lantas memilih literasi sebagai suaka pelarian.

Tapi siapa sangka bahwa menulis akan mempertemukan saya dengan sebuah proyek sederhana yang diperuntukkan bagi birokrat untuk berkreasi di ranah sastra bernama Birokreasi, beserta penggawa-penggawa yang berada di dalamnya.

Semua bermula ketika pada suatu pagi di awal bulan Januari tahun 2013 saya diikutsertakan dalam sebuah obrolan grup di gmail bersama Galih Rakasiwi dan beberapa orang ‘asing’ lainnya. Saya bilang asing karena memang saya tak mengenal mereka dengan sungguh meskipun masih satu almamater, kecuali Galih yang dulunya pernah satu tahun sekelas dengan saya sewaktu kuliah. Saya diajak urun rembug mengenai cikal bakal Birokreasi kala itu. Entah karena alasan apa mereka mengajak saya duduk bersama dan berdiskusi padahal kami sama-sama asing. Saya tak begitu mengerti dan tak tertarik untuk menanyakan jawabannya.

Mereka, selain Galih, adalah Gita Wiryawan Puja Negara, Marli Haza Fauzi Hidayat, Anugrah Dwi Priadi, dan Fanny Perdhana.

Sebenarnya saya sudah terlampau sering melihat Gita sebelumnya. Dia seorang Purwokerto, dan juga seorang bismania seperti saya kala itu. Sebagai sesama mahasiswa rantau dengan jalur bis yang searah, saya sering menjumpainya dalam beberapa momen menjelang dan seusai libur perkuliahan dalam satu bis. Penampilannya yang kurus dan plengah-plengeh itu tak mungkin saya lupakan. Hanya saja saya sungkan untuk mengajaknya berkenalan. Baru setelah adanya Saujana, saya mengenalnya.

Lain lagi dengan Marli. Saya tak pernah menyangka bahwa dia adalah salah satu penghuni indekos yang berada tepat di depan indekos saya sewaktu kuliah. Jarang sekali saya melihatnya. Entah karena dia orang Jakarta yang tiap akhir pekan pulang ke rumahnya, atau saya yang tak begitu peduli dengan kehidupan sekitar dan lebih sering mengurung diri di dalam indekos memegangi handphone. Maklum, dulu saya pegiat LDR.

Sementara Anu dulu sering saya jumpai di lapangan futsal. Postur tubuhnya yang tinggi dan wajah yang seperti serdadu Manchuria membuat saya gampang mengingatnya. Terlebih semasa itu saya sering memergokinya bermesraan dengan pacarnya yang saat ini sudah berubah status menjadi mantan.

Yang terakhir adalah Bang Fanny. Panggilan “bang” saya sematkan kepada dia awalnya hanya karena ikut-ikutan teman-teman yang lain. Semua memanggilnya “bang” dalam obrolan grup gmail, saya takut dikira gak sopan. Baru setelah mendapat bisik-bisik dari Galih, saya tahu bahwa Bang Fanny ini lebih senior daripada kami. Hanya dia yang sudah berstatus pegawai dari antara kami. Tapi jomblo.

Jarak yang terpaut di antara kami berenam membuat diskusi hanya bisa dilakukan dengan ketukan jari pada keyboard komputer masing-masing. Semua masih ngawang-awang bagi saya meskipun keakraban dan beberapa kesepakatan mulai terajut. Terlebih dengan ketidakhadiran saya pada pertemuan pertama di Bintaro pada awal bulan Februari karena beberapa alasan.

Singkat cerita, Birokreasi lahir dan tumbuh dengan tambahan tiga penggawa yang belakangan bergabung. Saya tak begitu ingat tepatnya kapan. Mereka adalah Nur Budi Prasetyo, Andreas Rossi Dewantara, dan Arfindo Briyan Santoso. Tiga orang ‘asing’ lagi bagi saya. Terutama Nur Budi dan Andre. Selama tiga tahun kuliah, saya bahkan seperti belum pernah bertemu atau sekadar mendengar nama mereka. Sampai-sampai saya diam-diam menelisik informasi tentang mereka dan menelusuri tulisan-tulisan mereka di blog masing-masing yang ternyata luar biasa.

Sementara mas Findo, sebelumnya saya sudah mengenalnya. Sekadar kenal, belum begitu akrab. Barangkali usianya yang terpaut satu tahun dengan saya yang dulu membuat saya sedikit canggung kepadanya. Dia, sama seperti saya, adalah seorang Jogja, Bantul tepatnya. Sebagai seorang yang aktif berkecimpung di dunia pers kampus serta memiliki skill di desain yang mumpuni, pantas jika pada akhirnya dia bergabung menjadi ilustrator Birokreasi. Jangan bilang siapa-siapa, ini rahasia, dia juga lah yang membikin logo Birokreasi.

Kini, sudah setahun lebih usia Birokreasi. Banyak lika-liku, kerikil, dan onak yang telah kita bersembilan lalui sebagaimana beberapa waktu lalu saya rangkum di sini (Gita dan Andre juga menuliskannya dalam kemasan lain di sini dan di sini). Tapi, di depan sana perjalanan masih panjang, bukan.

Sebelum semua itu, izinkan saya yang terlampau lalai ini —atas nama basa-basi— mengucapkan sesuatu yang terlupa :
“Salam kenal!”

§ One Response to Salam Kenal!

Leave a comment

What’s this?

You are currently reading Salam Kenal! at .

meta